Penelitian Terdahulu Mengenai Sampah Plastik

Jurnal 1

    Besarnya perhatian terhadap masalah sampah plastik impor menunjukkan tingginya kepedulian masyarakat Internasional terhadap lingkungan hidup. Indonesia sendiri melakukan impor sampah plastik dari Belanda karena adanya perbedaan kepentingan antara kepentingan bisnis dengan kepentingan ketenagakerjaan. Meski Indonesia telah meratifikasi Konvensi Basel, yaitu upaya pembuangan limbah B3 oleh Belanda tidak berkurang karena bisnis ini melibatkan uang dalam jumlah yang sangat besar. Nilai perdagangan limbah B3 bisa mencapai jutaan dolar Amerika setiap bulan.  Dimana sampah plastik impor yang mengandung limbah B3 itu yang paling banyak dari jenis Iimbah rumah tangga (Y46), baik limbah rumah tangga murni, maupun yang telah bercampur plastik.

    Para pengusaha dan Industriawan sendiri lebih suka membeli sampah Impor daripada sampah hasil pengumpulan para pemulung sebab harga sampah impor yang jauh lebih murah. Dimana jumlah sampah atau limbah plastik bekas yang diimpor adalah Rp. 3000 ton per-bulan, dengan komposisi 60% dapat didaur ulang dan 40% tidak dapat didaur ulang.

    Dalam rangka menangtisipasi kemungkinan hal buruk di masa depan diperlukan peraturan perundang undangan yang bersifat antisipatif, sehingga persoalan-persoalan yang akan terjadi dapat disiapkan sarana penanggulangannya sejak awal sehingga dampak terhadap kehidupan masyarakat dan lingkungan hidup dapat di minimalisir.

Sumber : 

Wanda. (2019). Upaya Indonesia Menanggulangi Limbah Sampah Plastik Dari Belanda. Jurnal Teknik Lingkungan Vol 8 No.2, Desember 2016, halaman. 141.

https://jom.unri.ac.id/index.php/JOMFSIP/article/download/23406/22665


Jurnal 2

    Plastik merupakan bahan polimer sintesis yang dibuat melalui proses poli- merisasi dimana tidak dapat lepas dari kehidupan kita sehari-hari yang umumnya kita jumpai dalam bentuk plastik kemasan ataupun penggunaannya pada alat-alat listrik dan peralatan rumah tangga. Sifatnya yang sulit terdegradasi di alam menjadikannya penyumbang limbah terbesar yang menyebabkan rusaknya keseimbangan alam. Tiga cara penanggulangan limbah plastik yang meliputi mengurangi penggunaan kantong plastik dengan menggantinya dengan alat (kain) untuk membungkus barang atau dikenal dengan furoshiki ; pengolahan limbah plastik menggunakan metode fabrikasi; dan penggunaan plastik biodegradable yang lebih mudah terurai di alam. Tiga cara tersebut diharapkan dapat menjadi solusi bagi penanggulangan limbah plastik.

Sumber :

Nasution, Silvia. (2015). Berbagai Cara Penanggulangan Limbah Plastik. Journal of Islamic Science and Technology Vol. 1, No.1.

https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/elkawnie/article/download/522/438


Jurnal 3

    Jumlah timbunan sampah dari waktu ke waktu semakin meningkat. Namun, peningkatan jumlah timbunan sampah ini tidak diiringi dengan pengelolaan sampah yang tepat, apalagi sampah jenis plastik yang membutuhkan 400 tahun untuk terdegradasi di alam. Oleh karena itu, pengelolaan seperti penggunaan kembali (reuse) atau daur ulang plastik (recycle) saja tidak cukup. Harus ada upaya untuk mengurangi penggunaan plastik (World Bank Group, 2018). Namun, tentunya hal ini cukup sulit mengingat hampir setiap kegiatan manusia bersinggungan dengan penggunaan plastik. Untuk mengubah perilaku penggunaan plastik, dibutuhkan upaya- upaya dari setiap elemen masyarakat.

    Sebagaimana kita ketahui, perilaku seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor predisposing, enabling dan reinforcing. Faktor predisposing (predisposisi) adalah faktor- faktor yang mempermudah terjadinya perilaku seseorang. Dalam faktor ini misalnya adalah pengetahuan tentang sampah plastik dan dampaknya terhadap eksosistem serta kesehatan makhluk hidup. Faktor kedua adalah enabling atau disebut faktor pendukung, yaitu faktor-faktor yang memfasilitasi suatu perilaku, misalnya sarana dan prasarana seperti bahan lain pengganti plastik sekali pakai (tumbler, kotak makan, tas kain), plastik yang mudah terdegradasi di alam atau plastik ramah lingkungan. Serta faktor yang ketiga adalah reinforcing atau faktor pendorong, yakni faktor-faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya suatu perilaku, misalnya adanya aturan yang tegas dari pemerintah, pihak sekolah tentang pengurangan penggunaan plastik atau aturan membawa tumbler dan kotak makan dari rumah (Notoatmodjo, 2007).

Sumber :

Gusti, A., Isyandi, B., Bahri, S., & Afandi, D. (2017). Faktor Determinan Intensi Perilaku Pengelolaan Sampah Berkelanjutan Pada Siswa Sekolah Dasar. Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas, 9(2), 65. DOI: 

https://doi.org/10.24893/jkma.9.2.65-72.2015


Jurnal 4 

    Santoso (2012) melakukan uji terhadap minyak pirolisis yang dihasilkan melalui kompor. Hasil pengujian menyatakan bahwa efisiensi minyak pirolisis paling tinggi adalah 50%. Santoso (2010) juga membandingkan efisiensi tersebut dengan minyak tanah dan bensin yang nilainya masing-masing adalah 24% dan 68%. Pengujian minyak hasil pirolisis juga dilakukan sebagai bahan substitusi solar yang digunakan pada kendaraan bermotor berbahan diesel oleh Tamilkolundu dan Murugesan (2012).

    Pirolisis merupakan teknik daur ulang yang dapat mengubah sampah menjadi bernilai ekonomi yang dapat diaplikasikan. Pirolisis mampu menghasilkan minyak hingga 81%, gas, dan arang. Minyak yang dihasilkan mengandung parafin, isoparafin, olefin, naphthene dan aromatik sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar. Oleh karena itu, minyak hasil pirolisis layak digunakan sebagai bahan bakar tunggal maupun bahan substitusinya.

    Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi proses pirolisis yaitu jenis plastik, suhu dan waktu, penggunaan katalis serta jenis katalisnya. Untuk menghasilkan bahan bakar cair dengan kualitas baik dan kuantitas yang besar disarankan menggunakan katalis. Penggunaan katalis mampu mempercepat proses pirolisis tanpa menambah waktu dan suhu sehingga lebih ekonomis.

Sumber : 

Santoso, J. (2010). Uji Sifat Minyak Pirolisis dan Uji Performasi Kompor Berbahan Bakar Minyak Pirolisis dari Sampah Plastik. Diakses tanggal 20 September 2017. 

http://lppm.uns.ac.id/uji-sifat- minyak-pirolisis-dan-uji-performasi- kompor-berbahan-bakar-minyak- pirolisis-dari-sampah-plastik- polyethylene-universitas-sebelas- maret.html


Jurnal 5

    Massa jenis minyak pirolisis adalah 0,8 g/ml. Sedangkan waktu yang dibutuhkan untuk membakar habis suatu benda adalah 4,02 menit. Pemasakan air menggunakan bahan bakar minyak pirolisis menghasilkan temperatur 75oC pada waktu pemasakan 4 menit dengan volume air yang hilang (menguap) sebesar 12,6 ml.

    Jika dibandingkan dengan kualitas minyak tanah dan minyak solar, kualitas minyak pirolisis berada di bawah minyak tanah namun diatas solar berdasarkan indikator massa jenis, lama pembakaran, temperatur air dan volume air yang hilang (menguap) saat dimasak menggunakan minyak tersebut.

Sumber :

Praputri, E., Mulyazmi, E., Sari, M., Martynis. (2016). Pengolahan Limbah Plastik Polypropylene Sebagai Bahan Bakar Minyak (BBM) dengan Proses Pyrolysis. Seminar Nasional Teknik Kimia- Teknologi Oleo Petro Kimia Indonesia. Pekanbaru




Komentar

Postingan Populer